ANALISA FUNDAMENTAL

disadur : @investasi-saham.com


Membeli saham tanpa pernah tahu bisnis dan kinerja perusahaan tsb. tidak ada bedanya dengan membeli togel alias toto gelap atau judi jenis lainnya. Ironisnya praktek ini lazim terjadi. Padahal bursa saham tidak pernah didirikan untuk menjadi tempat judi atau casino bentuk lain. Dan saham tidak dibuat menjadi kartu lotere yang diberi kode-kode. Dari awal pertama kali dikenal di Belanda dan Inggris beberapa abad lalu, saham di bentuk untuk memberikan modal kepada para penguasaha agar mereka bisa menjalankan suatu bisnis. Sebagai imbalan modal yang ditanamkan, investor mendapatkan porsi kepemilikan dan hak atas keuntungan bisnis tadi.
Agar terhindar dari praktek judi berkedok investasi, maka pada bagian selanjutnya kami akan mempersenjatai anda dengan perangkat-perangkat sederhana yang akan berguna untuk menganalisa suatu saham.


1. Sekilas Tentang Neraca Keuangan

Tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah memberikan keuntungan, tak terkecuali perusahaan publik. Untuk mengetahui keuntungan perusahaan, kita bisa lihat laporan laba rugi. Disitu kita terlihat laba (rugi) kotor, laba (rugi) usaha, dan laba (rugi) bersih dan laba bersih per saham. Akan tetapi mengenali laporan rugi (laba) bukanlah satu-satunya cara dalam menilai suatu perusahaan. Sebab laporan laba (rugi) hanya merefleksikan laba (rugi) aktivitas satu tahun semata, sedangkan nilai kekayaan perusahaan yang sebenarnya dicantumkan pada Neraca.
Mengenal Neraca sangatlah penting untuk memahami apakah perusahaan yang anda beli benar-benar mempunyai nilai atau tidak. Kebanyakan investor memberikan perhatian berlebihan pada laporan laba(rugi) tanpa mempedulikan neraca atau saudara sepupu-nya, Laporan Arus Kas. Padahal selain bisa melihat nilai kekayaan perusahaan yang sebenarnya, dari neraca kita dapat lebih mengetahui apakah perusahaan yang kita pilih dapat terus tumbuh dengan modal sendiri, pinjam dari pihak ketiga, mengeluarkan obligasi atau menambah saham baru. Dari Neraca kita juga bisa nilai apakah aset perusahaan dikelola secara efisien, mempunyai masalah dengan tagihan pada pelanggan, mempunyai masalah keuangan, atau secara sembrono mengelola persediaan.
Bagian berikut akan mengajak anda langkah demi langkah menelusuri dan memahami isi neraca.

Bagian Neraca
Secara umum, neraca bisa dikelompokkan pada 5 bagian saja. Ya benar…cuma lima bagian saja ! 2 bagian aktiva yaitu Aktiva Lancar dan Aktiva Tetap dan 3 bagian Pasiva, yaitu Kewajiban Lancar, Kewajiban Jangka Panjang dan Ekuitas.

Aktiva lancar (Current Asset) merupakan kekayaan berupa harta likuid atau dapat digunakan untuk berinvestasi atau membayar kewajiban dalam waktu dekat (biasanya di bawah satu tahun), contohnya adalah uang kas, deposito, investasi jangka pendek, barang jadi, dan piutang usaha. Aktiva Lancar disusun berurutan dari atas kebawah berdasarkan likuiditasnya, atau urutan seberapa cepat asset tersebut bisa dirubah menjadi uang.

Aktiva Tetap (Fixed Asset) merupakan kekayaan berupa barang investasi yang tidak likuid atau tidak dapat diuangkan secara cepat tanpa menimbulkan penurunan dalam penilaiannya. Contohnya adalah tanah, gedung, kendaraan bermotor, mesin-mesin produksi, dan juga aktiva lain yang tidak berwujud seperti hak paten, royalti, dan hak merek.

Kewajiban Jangka Pendek (Current Liabilities) adalah kewajiban yang mesti dilunasi dalam jangka waktu satu tahun, contohnya adalah hutang usaha, hutang pajak , hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun.

Kewajiban Jangka Panjang (Long Term-Liabilities) merupakan kewajiaban yang jatuh tempo diatas satu tahuncontohnya adalah hutang bank, hutang obligasi, hutang sewa guna usaha, dan lain-lain.
Ekuitas (Shareholders Equity) terdiri dari modal saham, tambahan modal disetor, dan laba ditahan.

Aktiva Lancar
Aktiva lancar adalah kas dan aset-aset lainnya yang dapat ditukarkan menjadi kas (uang) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun atau dalam 1 (satu) periode kegiatan normal perusahaan. Paling tidak ada 5 (lima) jenis aktiva lancar yang dapat dijadikan acuan untuk menilai sebuah perusahaan, yaitu Kas & Setara Kas, Surat-surat Berharga, Piutang, Persediaan, dan Biaya dibayar di muka.

Kas dan setara kas
Yang termasuk di dalam komponen ini adalah asset dalam bentuk kas dan kas dalam bank. Aset yang termasuk dalam komponen Aktiva Lancar ini merupakan asset yang paling cair bagi perusahaan karena dapat secara langsung digunakan untuk segala macam transaksi.

Surat-surat Berharga
Surat-surat berharga dapat berupa saham, obligasi atau surat-surat berharga lain yang dimiliki perusahaan yang bertujuan untuk memutarkan kelebihan uang tunai yang tidak ditujukan untuk investasi jangka panjang.

Piutang
Piutang adalah dana perusahaan pada perorangan atau perusahaan lainnya sebagai konsekwensi penjualan dalam bentuk kredit/pinjaman. Pada akhir periode yang ditentukan, dana tersebut kemudian dapat dicairkan dalam bentuk kas (uang). Terkadang piutang naik lebih cepat dari penjualan, ini mengindikasikan masalah pada penagihan (pembayaran). Untuk menganalisa piutang dipakai receivable turn over yang menghitung lama penerimaan pembayaran rata-rata.

Penyisihan piutang ragu-ragu
Penyisihan piutang ragu-ragu adalah sejumlah dana yang disisihkan untuk mengantisipasi kemungkinan gagal bayar oleh konsumen perusahaan. Jumlah yang disisihkan tersebut dihitung berdasarkan besarnya piutang yang tak tertagih dalam periode tertentu.

Persediaan
Persediaan merupakan barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau digunakan dalam kegiatan perusahaan. Barang-barang ini dapat merupakan hasil produksi atau komponen produksi perusahaan. Tidak semua perusahaan memiliki persediaan, terutama jika perusahaan tersebut bergerak di bidang jasa. Dua hal yang perlu diperhatikan dari persediaan :
pertama; nilai yang dilaporkan sering berbeda dengan nilai wajarnya karena perbedaan penerapan sistem akuntansi,
kedua; nilai persediaan biasanya besar dan merupakan sumber yang menyerap penggunaan dana. Jika tidak diolah secara efisien akan menghambat aliran dana. Untuk mengukur persediaan, kita akan bahas dengan inventory turnover yang menghitung perputaran persediaan selama satu tahun.

Biaya dibayar di muka
Yang terakhir adalah biaya dibayar dimuka. Komponen ini merupakan salah satu bentuk pengeluaran yang telah dibayar perusahaan kepada pemasok/supplier perusahaan sebelum perusahaan menerima barang atau jasa tersebut.

Aktiva Tetap
Total Aset adalah asset-aset yang tidak dapat dicairkan dalam satu tahun Komponen antara lain terdiri dari tanah, bangunan, pabrik, mesin-mesin atau kendaraan perusahaan yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Nilai Aktiva tetap sangat bias, karena tidak dicatat pada harga perolehan masa lalu (historical) dan mencerminkan nilai wajar saat ini. Selain itu hampir seluruh asset yang termasuk dalam kategori tersebut dalam periode tertentu dikurangi nilainya. Pengurangan nilai tersebut dikenal dengan istilah depresiasi. Tujuan dilakukannya depresiasi adalah untuk kepentingan perhitungan pajak, dan penerapan sistem depresiasi ini juga sering berbeda antar perusahaan karena diijinkan oleh sistem akuntansi

Kewajiban Lancar
Kewajiban Lancar adalah kewajiban-kewajiban yang akan jatuh tempo dalam satu tahun atau dalam dalam satu periode kegiatan normal perusahaan. Kewajiban Lancar dapat dibagi ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu Hutang Dagang, Biaya masih harus dibayar, Hutang Pajak, Hutang Jangka Panjang yang jatuh tempo dalam 1 (satu) tahun, dan Hutang Jangka Pendek lainnya.

Hutang Dagang
Hutang merupakan kebalikan dari piutang, yaitu sejumlah dana yang dipinjam oleh perusahaan dalam bentuk barang atau jasa yang digunakan untuk membiayai kegiatan utama perusahaan.

Biaya masih harus dibayar
Biaya ini berasal dari biaya-biaya yang dibebankan kepada perusahaan tetapi pembayarannya belum jatuh tempo. Biasanya biaya ini berupa biaya pemasaran atau biaya distribusi yang ditagih pada satu periode tertentu tetapi belum jatuh tempo.

Kewajiban Jangka Pendek lainnya
Yang termasuk dalam komponen ini adalah hutang-hutang perusahaan terhadap pihak ketiga yang jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan ke depan. Selain kewajiban jangka pendek, komponen lain yang juga menjadi salah satu bagian dari Kewajiban Lancar adalah kewajiban jangka panjang yang juga jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan ke depan.

Kewajiban Jangka Panjang
Yang dimaksud dengan kewajiban jangka panjang adalah pinjaman yang jatuh tempo lebih dari 1 (satu) tahun. Biasanya pinjaman ini berasal dari bank atau lembaga keuangan lainnya yang dijamin oleh berbagai jenis asset yang terdapat dalam Neraca Keuangan, seperti persediaan. Biasanya dalam Laporan Keuangan sebuah perusahaan, terdapat catatan tambahan yang menjelaskan jatuh tempo dan tingkat bunga yang harus dibayar oleh perusahaan.

Ekuitas
Komponen utama terakhir adalah Ekuitas yang biasanya terdiri dari Modal Saham, Agio Saham dan Saldo Laba. Modal Saham pada dasarnya adalah nilai pari saham yang dicatat hanya demi kepentingan akuntansi semata. Sehingga komponen ini tidak memiliki pengaruh secara langsung dengan nilai saham perusahaan. Agio Saham merupakan tambahan kas yang diterima perusahaan ketika mengeluarkan saham akibat selisih harga jual dan nilai pari. Sedangkan Saldo Laba didapatkan dari akumulasi laba yang telah dihasilkan perusahaan dikurangi dengan nilai dibayarkan kepada para pemegang saham baik melalui pembayaran dividen maupun pembelian saham kembali (stock buyback). Angka Saldo Laba ini digunakan untuk mengukur jumlah modal dan tingkat pengembalian terhadap modal yang telah dihasilkan perusahaan.


2. Cara Menilai Saham
Jika seseorang telah melakukan penilaian harga saham berdasarkan fundamentalnya, maka hal itu berarti ia telah menentukan keputusan untuk membeli dan atau menjual sahamnya dengan baik. Sebab tanpa melalui nilai-nilai fundamental perusahaan, seseorang akan terjebak dalam kegiatan spekulasi perdagangan saham yang hanya mengandalkan nyali semata.


Tulisan-tulisan berikut ini akan menjelaskan 5 (lima) metode pendekatan yang lazim dilakukan untuk menilai sebuah perusahaan, yang terdiri metode penilaian berdasarkan laba, pendapatan, arus kas, dan ekuitas.

Penilaian Berdasarkan Laba
Laba per Saham dan Rasio Harga per Laba (Price-Earning-Ratio)
Cara yang paling umum untuk menilai sebuah perusahaan adalah menggunakan labanya. Laba, dalam hal ini laba bersih, adalah sejumlah dan yang tersisa setelah perusahaan membayar semua pengeluarannya. Untuk melihat perbandingannya secara relevan, ukuran yang biasa digunakan adalah laba per saham (earning per share atau disingkat EPS).
Laba per saham didapat dari pembagian laba bersih dengan jumlah saham yang beredar. Contohnya jika laba bersih perusahaan B adalah Rp 100 juta, sedangkan jumlah saham yang beredar saat itu adalah 1 juta lembar saham. Arti dari Laba per saham ini sebenarnya tidak menjadi penting jika tidak dibandingkan dengan harga saham perusahaan tersebut. Adalah perbandingan harga saham dengan laba per saham yang kemudian menjadi ukuran penting yang menjadi landasan pertimbangan seorang investor membeli saham sebuah perusahaan. Perbandingan tersebut dikenal dengan price-earning-ratio (P/E).
Banyak sekali investor hanya mengambil PE ratio sebagai pembanding dan beranggapan bahwa PE rendah berarti perusahaan tersebut dijual dengan harga murah. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Sebab seringkali PE yang rendah dibandingkan industri, mengindikasikan adanya masalah pada perusahaan tersebut. Selain PE menjadi kurang relevan menilai kinerja operasional perusahaan karena distorsi angka laba (rugi) bersih akibat penerapan akuntansi pada item laba (rugi) akibat selisih kurs. Buat menghilangkan distorsi ini, sederhananya angka yang dipakai bukan laba bersih per saham (EPS) melainkan laba usaha per saham (Operating Profit per Share atau kita singkat saja OPS).

Penilaian Berdasarkan Pendapatan
Penilaian: Rasio Harga per Penjualan
Setiap saat suatu perusahaan menjual barang dan atau jasa kepada konsumennya, berarti perusahaan tersebut telah menghasilkan pendapatan. Pendapatan merupakan hasil penjualan yang diterima oleh perusahaan atas barang dan atau jasanya. Oleh karena itu, jika terdapat perusahaan baru dalam sebuah industri maka penilaian yang sering dilakukan atas perusahaan tersebut adalah penilaian berdasarkan pendapatannya bukan labanya. Penilaian berdasarkan pendapatan didapatkan dengan menggunakan rasio price/sales (harga/penjualan), atau biasa disingkat PSR (Price-Sales-Ratio).
PSR didapatkan dari pembagian kapitalisasi pasar (market capitalization) pada saat ini dengan pendapatan selama 12 bulan terakhir. Adapun angka kapitalisasi pasar yang digunakan adalah perkalian antara harga saham pada saat perusahaan dinilai dikali dengan jumlah saham yang beredar ditambah dengan kewajiban jangka panjang.
Kapitalisasi Pasar = (Jmlh Saham beredar x Harga saham sekarang) + Kewajiban Jangka Panjang)
Biasanya kapitalisasi pasar hanya diitung dengan mengalikan jumlah saham beredar dengan harga sekarang, akan tetapi bagi yang konservatif mereka menambahkan kewajiban jangka panjang. Alasannya, ketika membeli suatu perusahaan, kita juga memperoleh hutang perusahaan tsb. Selanjutnya untuk mendapatkan PSR adalah membagi nilai kapitalisasi pasar di atas dengan penjualan selama 1 tahun terakhir.
Misalnya sebuah perusahaan C dengan 1 juta lembar saham beredar memiliki penjualan selama 1 tahun terakhir sebesar Rp 500 juta. Harga saham perusahaan sekarang adalah Rp 500 dengan kewajiban jangka panjang sebesar Rp 300 juta, maka perhitungan PSR-nya adalah:


Kapitalisasi Pasar
Secara normative, semakin kecil PSR semakin baik. Tetapi secara empiris, angka PSR masih perlu dibandingkan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama.
Penggunaan PSR
PSR bermanfaat untuk menilai perusahaan yang tidak menghasilkan laba tahun lalu. Kecuali perusahaan tsb. bankrut, PSR bermanfaat untuk membandingkan apakah angka penjualan perusahaan tsb. telah dinilai wajar dengan pesaingnya. Misalkan ABC rugi tahun lalu, tapi memiliki PSR 0.50, ketika rata-rata perusahaan sejenis memiliki PSR 2.0, kita bisa mengasumsikan ketika ABC mulai menghasilkan keuntungan maka ABC akan memiliki potensi kenaikan harga yang besar untuk mencapai PSR yang sama dengan perusahaan lainnya. Tahun 1998 mayoritas perusahaan yang terdaftar di BEJ mengalami kerugiaan. Tapi apakah berarti perusahaan tsb. tidak bernilai sama sekali…? Tentu tidak. Kita hanya butuh perbandingan PSR ketimbang PER, untuk mengukur uang yang dibayarkan untuk setiap penjualan perusahaan.
PSR juga sering dipakai menilai perusahaan dalam industri yang baru perkembang (contoh internet) sering dinilai degan menilai PSR bukannya PER.

Penilaian Berdasarkan Arus Kas
Arus Kas (EBITDA) & Biaya Non-Kas
Meskipun banyak investor yang mengabaikan aliran arus kas dalam penilaian sebuah perusahaan, para bankir yang bergerak dalam bidang investasi menjadikan hal ini sebagai ukuran umum dalam menilai perusahaan publik maupun swasta. Secara literature, arus kas adalah kas yang mengalir di perusahaan dalam satu periode kuartal atau satu periode tahun buku saat perusahaan menghitung biaya depresiasi atau amortisasi dari asset-aset tetap. Secara umum, arus kas didefinisikan sebagai laba sebelum pajak, beban bunga, depresiasi dan amortisasi (earning before interest, taxes, depreciation and amortization atau disingkat EBITDA), atau sama saja dengan Laba Usaha ditambah depresiasi dan amortisasi
Mengapa mesti merujuk pada laba sebelum beban bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi? Pertama, beban dan pendapatan bunga tidak diperhitungkan karena tidak berkaitan dengan kegiatan utama perusahaan. Begitu juga pajak, besar-kecilnya tergantung pada kebijakan pemerintah bukan dari usaha perusahaan. Selanjutnya depresiasi dan amortisasi, disebut juga biaya non kas, karena perusahaan tidak mengeluarkan uang untuk jenis biaya ini, sebab timbul karena kesepakatan akuntansi belaka. Jadi untuk menghitung uang yang dihasilkan perusahaan dipakai EBITDA.

Penggunaan Cashflow
Penerapan yang umum dilakukan dalam analisa arus kas adalah Discounted Cash Flow Method, yang menghitung present value (nilai kini) EBITDA yang akan dihasilkan perusahaan dimasa mendatang. Metode ini cukup rumit, sedangkan yang paling sederhana menghitung ratio yang bisa dihasilkan EBITDA dengan perusahaan sejenis untuk menilai efisiensi, mahal atau murahnya perusahaan tsb. relatif terhadap perusahaan lainnya. Contoh:
§ Price : (EBITDA/Saham), sebagai alternatif penghitungn PE Ratio
§ EBITDA/Total Aset, sebagai alternatif penghitungan Return on Asset (ROA)
§ EBITDA/Ekuitas, sebagai alternatif menghitung Return on Equity (ROE)
Pada dasarnya EBITDA berusaha untuk mengukur kas yang benar-benar dihasilkan dari usaha utama perusahaan, dan menghilangkan distorsi akibat kesepakatan akuntansi yang tidak relevan dalam menilai kinerja perusahaan.
ü Penilaian Berdasarkan Ekuitas
Apa yang dimaksud dengan Ekuitas ?
Ekuitas adalah nama lain untuk aktiva-aktiva yang berwujud (seperti kas, aktiva lancar, modal kerja dan modal ekuitas itu sendiri) maupun yang tidak berwujud (seperti hak paten) pada sebuah perusahaan.Ekuitas adalah seluruh kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan jika tiba-tiba perusahaan tersebut menghentikan kegiatan usahanya.
Wacana berikut ini akan menjelaskan bagaimana aktiva-aktiva berwujud dan tidak berwujud tersebut mempengaruhi penilaian harga saham sebuah perusahaan berdasarkan ekuitas.
Neraca Keuangan: Kas dan Modal Kerja
Kas. Merupakan aset yang paling gampang untuk dinilai. Banyak perusahaan memiliki kas dalam jumlah yang sangat besar, sementara harga pasarnya tidak merefleksikan keadaan ini. Misalkan perusahaan XYZ, memiliki kas Rp.100 juta , tanpa hutang, dengan saham beredar 1 juta lembar. Berarti satu lembar saham berhak atas Rp. 1000 kas yang dimiliki perusahaan. Cara ini merupakan cara cepat untuk membandingkan nilai pasar dengan dengan nilai kas perusahaan.
Membeli perusahaan dengan jumlah kas yang besar akan memberikan manfaat yang besar juga. Karena dengan dana kas yang tersedia tersebut, perusahaan dapat melakukan lebih banyak hal dalam rangka pengembangan usahanya. Bahkan pada saat suatu perusahaan memiliki masa depan yang tidak jelas, dana yang tersedia dalam kas akan dapat memberikan prospek yang menjanjikan.
Modal Kerja.Ukuran lain yang dapat dijadikan pertimbangan adalah dengan melihat modal kerja yang tersedia pada perusahaan. Modal kerja didapat dengan cara mengurangi aktiva lancar dengan kewajiban lancar perusahaan. Modal kerja merupakan nilai dana yang bisa digunakan untuk usaha sehari-hari. Dengan menghitung modal kerja per saham dibagi dengan harga pasar, maka kita bisa mendapat gambaran dana yang kita keluarkan untuk memperoleh modal kerja tsb. Jika nilai modal kerja per saham mendekati harga pasar, seperti halnya kas, kita sama saja membeli Rp. 1000 dengan pengeluaran Rp. 1000.
Ekuitas & Nilai Buku.
Price-to-book.Pada dasarnya Ekuitas merupakan salah satu bentuk pencatatan akuntansi mencerminkan besarnya nilai yang dimiliki oleh pemegang saham jika semua aset dilikuidasi dan dikurangi dengan kewajiban perusahaan. Ekuitas membantu anda dalam mengitung nilai buku (book value) suatu perusahaan. Dengan membagi ekuitas dengan jumlah saham beredar, anda memperoleh nilai buku per saham. Selanjutnya dengan membagi harga pasar dengan nilai buku per saham, anda memperoleh rasio harga per nilai buku (price-to book ratio). Seperti halnya angka ratio lainnya, angka ini berguna jika dibandingkan dengan perusahaan sejenis, untuk menentukna mahal/murahnya suatu perusahaan.
ROE. Penggunaan lain dari ekuitas adalah untuk menentukan tingkat pengembalian pada ekuitas (Return on Equity / ROE). ROE adalah sebuah ukuran dari besarnya jumlah laba dari sebuah perusahaan yang dihasilkan dalam 1 tahun terakhjir dibandingkan dengan nilai ekuitasnya. Tidak seperti yang lainya, satuan dari ROE ini adalah persentase. Misalnya, jika perusahan D menghasilkan Rp 100 juta pada tahun lalu dengan nilai ekuitasnya sebesar Rp 1 miliar. Maka nilai ROE-nya adalah 10%.
Kelemahan Ekuitas. Dalam kondisi inflasi yang tinggi, nilai ekuitas tidak mencerminkan nilai buku perusahaan tersebut, karena tidak di sesuaikan dengan faktor inflasi yang semestinya menaikkan harga jual aktiva tetap. Selain itu dalam kondisi fluktuasi mata uang, nilai ekuitas juga akan terdistorsi, akibat pengakuan laba (rugi) akibat selisih kurs, yang nilainya seringkali signifikan dan mempengaruhi laba (rugi) bersih.
Aktiva tak berwujud
Merek adalah elemen yang penting paling penting pada aktiva tidak berwujud . Beberapa investor menilai bahwa merek merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menilai perusahaan. Sebab merek dagang yang kuat juga berarti loyalitas konsumen, margin yang lebih besar, pangsa pasar mayoritas dan pertumbuhan diatas rata-rata pasar. Walau sulit mengukur nilai dari suatu merek, bukan berarti merek tidak mempunyai kontribusi luar biasa dalam penjualan. Sebagai contoh: Anda mau membayar lebih mahal untuk sebotol Aqua dibandingkan merek lainnya. Atau rokok anda sudi membayar lebih untuk sebungkus Dji Sam Soe atau Gudang Garam dibanding rokok merek lain.
ü Pendekatan Penilaian Lainnya
Penilaian Berdasarkan Yield
Dividen Yield adalah persentase dari harga saham perusahaan dengan besarnya dividen yang dibayarkannya. Misalnya. Aneka Tambang membayarkan Rp. 75 dividen tunai untuk tahun ‘99, sedangkan harga pasarnya adalah Rp. 1000, maka dividen yield-nya adalah:
Penilaian Berdasarkan Keanggotaan
Terkadang perusahaan dapat dinilai berdasarkan banyaknya konsumen. Penilaian berdasarkan pelanggan ini umumnya dilakukan pada perusahaan yang bergerak di bidang media dan komunikasi yang menghasilkan pendapatannya secara teratur. Pada penilaian ini, para analis biasanya menghitung nilai perusahaan dengan mengalikan jumlah pelanggan dengan suatu angka, rata-rata pendapatan per pelanggan yang dpendapatan perusahaan yang berasal dari seluruh pelanggannya. Setelah itu mereka akan menghitung nilai perusahaan tersebut berdasarkan angka yang didapatkan.
3. Lebih Dalam dengan ROE
Return on Equity (ROE) merupakan salah alat utama investor yang paling sering digunakan dalam menilai suatu saham. Dalam perhitungannya, secara umum ROE dihasilkan dari pembagian laba dengan ekuitas selama setahun terakhir. Walau cara menghitungnya sangat mudah akan tetapi dengan memahami secara mendalam ROE bisa memberikan gambaran tiga hal pokok :
1.kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitability) ,
2. Efisiensi perusahaan dalam mengelola aset (assets management),
3. Hutang yang dipakai dalam melakukan usaha (financial leverage).
Angka ROE merupakan gambaran, berapa yang bisa perusahaan hasilkan untuk setiap Rp. 100 anda diperusahaan tsb. Namun jika dikaji lebih dalam ROE dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen utama yang terdiri dariprofitabilitas, asset manajemen dan financial leverage. ROE dapat diformulakan sbb.
ROE = Profit Margin x Aset Turnover x Leverage
Sebelum menganalisa ROE lebih jauh, ada baiknya kita terlebih dahulu membahas arti dari tiap komponennya. Setelah itu, kita akan melengkapi analisis ini dengan penjelasan makna ROE secara keseluruhan.
Profit Margin
Profit margin didapat dari laba dibagi dengan nilai penjualan selama 1 tahun terakhir. Profit margin merupakan nilai sisa dari jumlah dana telah dibayarkan untuk biaya operasional perusahaan. Jadi, bila sebuah perusahaan ingin meningkatkan profit margin-nya, yang harus dilakukan adalah mengendalikan sedemikian rupa biaya-biaya yang ditimbulkan dari kegiatan operasional perusahaan. Sehingga dengan semakin tingginya profit margin berarti semakin tinggi juga ROE yang dihasilkan.
Selain itu, profit margin juga berarti sebuah gambaran kompetisi yang terjadi di industri perusahaan. Dalan industri yang kompetitif seperti sektor retail, perusahaan-perusahaan cenderung untuk memiliki profit margin yang rendah. Hal ini jauh berbeda dengan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam industri yang cenderung monopolistik.
Karena tingginya tingkat kompetisi yang terjadi di dalam sebuah industri-lah yang menyebabkan tinggi rendahnya profit margin. Semakin banyak perusahaan di dalam industri maka semakin sedikit pangsa pasar yang didapatkan. Sebaliknya semakin sedikit perusahaan di dalam sebuah industri maka semakin banyak pangsa pasar yang didapatkan sehingga akan semakin besar profit margin yang dihasilkan. Selain itu jika perusahaan yang memiliki profit margin lebih tinggi dari perusahaan sejenis, mengindikasikan posisi perusahaan yang kuat dimata konsumen, dan efisiensi pengelolaan biaya.
Aset Manajemen
Aset manajemen didapatkan dari besarnya jumlah penjualan dibagi dengan total asset perusahaan. Angka perhitungan asset manajemen ini menggambarkan besarnya penjualan yang dihasilkan dari setiap rupiah asset yang dimiliki oleh perusahaan. Akan tetapi hasil pengitungan Aset Manajemen semata, hanya berguna sebagai angka perbandingan relatif. Perhitungan ini saja tidak akan bisa memmberitahukan anda apakah suatu perusahaan baik atau jelek. Anda harus memasukkannya dalam konteks menghitung ROE, sebab dengan memperhatikan angka efisiensi dari aset manajemen, profit margin dan financial leverage baru kita bisa memutuskan apakah suatu perusahaan menjalankan bisnis benar-benar bagus atau biasa saja.
Leverage
Leverage dapat didefinisikan sebagai besarnya rasio total asset dalam setiap ekuitasnya. Angka rasio leverage ini biasanya digunakan untuk mengetahui berapa besarnya utang dalam total asset perusahaan. Namun, sekali lagi seperti layaknya rasio-rasio yang lain, rasio leverage ini tidak memiliki angka yang bisa dijadikan benchmark. Adapun penjelasannya didapat dengan membandingkan rasio yang sama dengan perusahaan lainnya dalam industri yang sejenis. Mempunyai leverage yang tinggi tidak selalu berarti jelek. Bahkan leverage pada tingkat tertentu bisa meningkatkan ROE. Akan tetapi masalahnya pada leverage yang berlebihan pada akhirnya akan mengurangi profit margin dan mengurangi efisien perputaran aset.
Contoh industri yang mempunyai leverage tinggi adalah industri perkapalan. Karena barang-barang modal yang digunakan oleh perusahaan perkapalan harganya tinggi, maka tidak aneh jika hampir semua perusahaan dari dalam industri ini memiliki angka leverage yang besar. Tetapi, besarnya angka leverage ini tidak sepenuhnya menggambarkan keadaan keuangan yang buruk. Bisa jadi perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik meskipun rasio leverage-nya tinggi. Hal ini terjadi karena kemungkinan besarnya utang tersebut dapat menghasilkan tingkat penjualan yang tinggi pula.
Jadi, hal yang penting diperhatikan dalam perhitungan leverage adalah besarnya rasio leverage rata-rata pada industri dimana perusahaan yang kita analisa bergerak. Sebab, tinggi rendahnya angka leverage tidak didasarkan pada suatu basis tertentu, tetapi lebih didasarkan relativitasnya terhadap industri perusahaan yang dinilai. Cara paling mudah untuk men-cek apakah leverage suatu perusahaan masih aman adalah dengan menghitung interest coverage, yaitu rasio yang menghitung EBIT (laba usaha) dibagi dengan beban bunga satu tahun.
Interest coverage mengindikasikan berapa kali kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga pinjaman mereka dalam setahun. Walau tidak ada angka patokan dimana interest coverage dianggap memadai, tapi secara umum orang beranggapan bahwa interest coverage sebaiknya 10x atau lebih tinggi.
Kesimpulan
Setelah mengetahui secara rinci mengenai definisi dari tiap-tiap komponen yang membentuk ROE, maka dapat kita simpulkan bahwa dengan menganalisa ROE kita tidak hanya dapat menentukan besarnya penghasilan yang didapat dari investasi modal yang kita lakukan. Dengan menganalisa ROE berarti kita juga dapat mengetahui lebih lanjut kualitas penghasilan yang didapatkan dari perusahaan., Sebab dengan pemecahan ROE menjadi tiga komponen (leverage, profit margin, asset manajemen) kita akan dapat menganalisa lebih jauh faktor apa yang lebih mempengaruhi kualitas penghasilan pada sebuah perusahaan.
Semoga pembahasan yang ‘sederhana’ diatas mampu mempersenjatai anda untuk memilih saham secara tepat dari segi Fundamental, dan menghindari praktek judi berkedok investasi.

0 komentar:

Posting Komentar