MEMINTA MARGIN HARGA PEMBELIAN

Saya sebenarnya bingung harus menjelaskan bagaimana kepada seorang karyawati di tempat saya bekerja, ketika dia tidak memahami benar atau salah dari kasus ini. Kasus ini adalah dimana posisi karyawan perusahaan yang meminta margin harga pembelian dari suplier.


Dalam rumus riil fakta, misal PT.XYZ adalah industri yang memerlukan bahan baku X untuk proses produksinya. Melalui bagian purchasing / prorecurement PT. XYZ melakukan pembelian rutin untuk bahan baku X. Seiring waktu bagian purchasing semakin pandai meloby untuk mendapat harga rendah, dan memang sudah kewajibannya untuk mencari harga rendah. Purchasing mendapat bahan baku X dari suplier / sub kon A dengan harga IDR500.000 /unit sedang di suplier B hanya memberikan IDR75.000 /unit. Barang relatif sama. Karena user sendiri kurang memperhatikan kualitas barang (atau kurang paham kualitas) sehingga menyerahkan sepenuhnya pada purchasing. Oleh purchasing harga di ambil dari suplier B, namun dibuat seolah - olah harga IDR175.000 /unit. Untuk menghindari perbedaan harga signifikan, purchasing menghindarkan pertemuan antara suplier B dengan perusahaan PT.XYZ. Sekaligus pembayaran melalui purchasing baik di bayar tunai maupun transfer.Ketika tertangkap tangan perbuatan purchasing, masih bisa berdalih bahwa harga bahan baku X masih lebih murah di bandingkan dengan suplier A IDR500.000, meski dari suplier B harga IDR175.000 (IDR75.000 di bayar ke suplierB dan IDR100.000 masuk kantong).

Kembali ke karyawan yang tidak paham atau sekedar pura - pura atau memang tidak diberikan kejernihan berpikir oleh Allah. Dia mempertanyakan, toh harga memang lebih murah di bandingkan suplier A. Rupanya karyawan ini hanya berpikir laba dan rugi sesuai bidang akuntansi yang dipelajari banyak oleh kaum finance & accounting. Naif.

Di contoh kode etik berikut ini adalah etika yang di tanamkan di perusahaan yang sudah mapan dan mematok nya dalam garis kebijaksanaan perusahaan.

1) Dari Perusahaan Pupuk Kaltim (PDF)
halaman 12 - 13 tentang perilaku individu, no 1 tentang integritas dan no. 4 tentang penghindaran benturan kepentingan.

2) Dari perusahaan pefindo (PDF)
Halaman 4 no. 4.3 mengenai Independensi analisis dan karyawan perusahaan

3) Dari website KPK 
mengenai pernyataan etika, pada dasar kebijakan etika bisnis butir E. Kebijakan Pemberian dan Hiburan :

C. Kebijakan Pemberian dan Hiburan
Kebijakan perusahaan mengurangi praktek-praktek Pemberian kepada pegawai kami yang berasal dari rekan bisnis, suplier dan pelanggan. Kebijakan Perusahaan melayani kepentingan bisnis perusahaan dan mengembangkan konstruksi hubungan dengan organisasi dan individu dalam melakukan bisnis atau melakukan bisnis dengan perusahaan.



Intinya bahwa karyawan yang masih meminta margin harga untuk pembelian atau bahkan yang bersangkutan menjadi suplier dari perusahaan dianggap sebagai individu yang tidak integritas dan tidak independensi. Hal ini adalah termasuk tidak etis (pelanggaran etika). Ini dari nilai etika saja.

Kembali pada contoh cerita di atas, dari nilai IDR yang masuk logika hedonis (para pemikir materi saja). Jika perusahaan mendapatkan barang dengan harga IDR75.000 saja tanpa di pungut IDR175.000 (karena IDR100.000 masuk kantong atau terdistorsi), maka perusahaan dapat berhemat cost production IDR100.000 /unit bahan baku X.


Hal ini benar - benar terjadi di sekeliling kita. Kadang perusahaan menganggap loyalitas karyawan dengan value "setia seiring waktu" atau senioritas (lebih lama lebih loyal) kepada perusahaan, bukan karyawan yang benar - benar menunjukkan profesional nya, baik kecakapan pekerjaan dan kontribusi terhadap perusahaan tapi kejujuran diri sebagai hamba Allah.

Wallahuallam bishowab.





  

0 komentar:

Posting Komentar